13 Jan 2012

Janda Muda


Musibah seseorang, kadang jadi berkah bagi yang lain. Misalnya Makmun, 40 (bukan nama sebenarnya), dari Ponorogo (Jatim) ini. Saat Ny. Anis, 35 (bukan nama sebenarnya), tetangganya kesripahan (ditinggal mati) suami, itu kan musibah. Tapi perkembangan selanjutnya, justru “berkah” bagi Makmun. Soalnya, janda penuh gairah itu kemudian menawarkan sejuta kenikmatan baginya.

Setiap nasihat perkawinan disampaikan pada walimahan, pastilah dikatakan bahwa pasangan pengantin itu menjadi keluarga sakinah, guyub rukun hingga kaken-ninen (kakek nenek), Banyak yang tercapai, tapi banyak pula yang tak kesampaian. Bisa karena perceraian, dapat pula karena mati lebih cepat daripada pasangan tersebut. Otomatis, pasangan yang ditinggalkan akan menyandang status baru, kalau bukan janda ya duda.


Ny. Anis adalah pasangan yang apes dari Desa Beton, Kecamatan Siman, Ponorogo. Baru dua pelita membangun rumahtangga, sang suami dipanggil Sang Khalik. Diapun menyandang status janda muda, dengan “warisan” tiga anak yang masih kecil-kecil. Untung saja almarhum suami seorang PNS, sehingga ada dana pensiun untuk menunjang kehidupan keluarga. Di samping itu, Ny. Anis memang wanita ulet, karena selama ini dia juga punya usaha sampingan.

Ditinggal mati sekian lama, secara ekonomi tidak masalah. Maksudnya, untuk urusan perut sudah teratasi dengan mudah. Tapi yang di bawah perut, inilah yang musykil dan bikin pusing. Saat ada suami, selalu surplus, karena tanpa minta pun selalu dipasok terus. Tapi sekarang? Untuk menikah lagi, sudah kurang peminat. Maklumlah, menikah dengan janda beranak tiga, itu sangat bertentangan dengan prinsip Kantor Pegadaian: mengatasi masalah tapi malah bikin masalah.

Anis sangat menyadari akan posisinya, maka dia tidak terlalu ngaya. Kalau jodoh, takkan lari ke mana-mana. Dia juga tak mau bahwa rumahtangga jilid duanya hanya membahagiakan diri sendiri, tapi menyengsarakan bagi anak-anaknya. Soalnya kan tak banyak lelaki yang butuh emaknya juga perhatian sama anaknya. Mayoritas, ibunya digoyang, anaknya disingkang-singkang (dinistakan).

Adalah Makmun, tetangga depan rumah Ny. Anis. Sebetulnya dia sudah lama jadi pemerhati wanita ini. Ingin sebenarnya menjalin hubungan lebih dalam, sukur-sukur bisa “mendalami”, tapi terhalang oleh status wanita itu, juga status dirinya. Kala itu Anis kan masih punya suami, dan Makmun sendiri juga guru madrasah. Masak guru sekolah agama kok terlibat kasus senior (senang istri orang).

Begitu suami Anis meninggal, rasanya “tembok berlin” itu sudah runtuh. Pelan tapi pasti, diam-diam Makmun mulai mendekati janda depan rumah dalam rangka “pendalaman”. Soal status guru madrasah ibtidaiyah, namanya baru kena godaan setan, apa salahnya? Maka lobi-lobi politik mulai dilancarkan, agar koalisi bersama Ny. Anis bisa dibangun sampai 2014, dan dilanjutkan dengan eksekusi.

Ny. Anis dengan cepat menangkap aspirasi urusan bawah lelaki tetangganya. Karena selama ini sudah demikian tersiksa menahan gairah, pertimbangan etika dan moral jadi ternafikan. Maka ketika Makmun main ke rumahnya di malam hari disambut dengan gembira. Dan ketika anak-anak sudah tidur, mereka pun “main” bak layaknya suami istri. “Gersang tapi damai,” kata Makmun setelah “entuk-entukan” dari rumah si janda. Maklum, ibarat sawah Ny. Anis kan sudah lama tak dicangkul.

Aktivitas guru madrasah di rumah Ny. Anis lama-lama tercium tetangga. Maka beberapa malam lalu, saat keduanya sedang “ketanggungan” langsung digerebek. Tak ampun lagi keduanya diarak menuju Balai Desa. Warga mendesak Pak Kades agar mengusir keduanya dari desa itu, agar tidak mengotori kampung. Beruntung, sebelum warga bertindak anarkis pada Makmun – Anis, polisi datang dan membawa mereka ke Polres Ponorogo.

2 komentar: